Temen-teman, sering kita berdebat di forum-forum tentang dunia perhamsteran dengan seseorang yang kekeuh berpendapat bahwa teori dan pengetahuan sering tak sejalan dengan pengalaman mereka. Walhasil, mereka lebih mengandalkan pengalaman pribadi sebagai dasar untuk merawat hamster, dan juga mengajarkan "ilmu" tentang hamster.


Tulisan ini tujuannya sangat sederhana, yaitu untuk menjawab pandangan-pandangan seperti itu. Saya mengutip sebuah buku mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar yang pernah kita pelajari saat awal-awal kuliah. Sayangnya, seberapa banyak dari kita yang masih mata kuliah ini? Buat teman-teman yang belum kuliah, kelak akan menemui mata kuliah itu.

Manusia adalah makhluk yang lemah dibanding makhluk lain. Namun dengan akal budinya dan kemauannya yang sangat kuat, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada makhluk lain, rasa ingin tahu lebih didasarkan oleh naluri (instinct). Naluri ini didasarkan pada upaya mempertahankan kelestaraian hidup dan sifatnya tetap sepanjang zaman.

Manusia juga mempunyai naluri seperti tumbuhan dan hewan tetapi ia mempunyai akal budi yang terus berkembang serta rasa ingin tahu yang tidak terpuaskan. Sesuatu masalah yang telah dapat dipecahkan, maka akan timbul masalah lain yang menunggu pemecahannya.

Manusia yang mempunyai rasa ingin tahu terhadap rahasia alam mencoba menjawab dengan menggunakan pengamatan dan juga pengalaman. Tetapi sering upaya itu tidak terjawab secara memuaskan. Pada manusia kuno, untuk memuaskan hasrat ingin tahu itu, mereka lalu menjawab sendiri, sehingga terciptalah mitos. Misalnya, pelangi dianggap selendang bidadari, gunung meletus karena penguasa gunung ngamuk.

Pengetahuan baru itu muncul dari kombinasi antara pengalaman dan kepercayaan yang disebut mitos tadi. Cerita-cerita mitos lantas menjadi legenda. Mitos memang dapat diterima karena keterbatasan penginderaan, penalaran, dan hasrat ingin tahu yang harus segera dipenuhi.

Puncak pemikiran mitos terjadi pada zaman Babilonia (700-600 SM). Orang Babilonia berpendapat bahwa alam semesta itu sebagai ruangan setengah bola dengan bumi yang datar sebagai lantainya, dan langit dan bintang-bintang sebagai atapnya. Pengetahuan dan ajaran tentang orang Babilonia setengahnya merupakan dugaan, imajinasi, kepercayaan atau mitos. Pengetahuan semacam ini disebut Pseudo Science (sains palsu).

Memang, pengalaman merupakan salah satu unsur terbentuknya pengetahuan, yang merupakan kumpulan fakta-fakta. Tetapi pengalamanakan terus bertambah seiring berkembangnya manusia dan mewariskan kepada generasi-generasi berikutnya.

Pertambahan pengetahuan didorong oleh hasrat untuk memuaskan diri, namun bersifat non praktis atau non teoritis. Sekadar memenuhi kuriositas dan memahami hakekat alam dan isinya.

Kegiatan untuk memperoleh pengetahuan yang benar disebut berpikir. Sementara proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang benar dinamakan penalaran. Nah, pengetahuan yang diperoleh tidak berdasarkan penalaran, digolongkan pada pengetahuan non ilmiah, bukan ilmu pengetahuan. Misalnya: hanya berdasarkan prasangka, atau kesimpulan berdasarkan perasaan. Atau juga hanya melalui intuisi, atau kegiatan berpikir yangb tidak analistis, tidak berdasarkan pola berpikir tertentu.

Sebuah pengetahuan baru bisa disebut Ilmu Pengetahuan, bila memenuhi sejumlah kriteria, yakni: teratur, sistemastis, berobyek, bermetoda, dan berlaku secara universal.

Metode ilmiah ini sedniri tidak boleh sembarangan. Tidak boleh, misalnya, pengalaman pribadi memelihara hamster (meskipun sudah puluhan tahun) dijadikan landasan pengetahuan yang bersifat umum. Apalagi kalo sampai memaksakan pengalaman pribadi tanpa metode ilmiah itu sebagai sebuah kebenaran.

Metode ilmiah memiliki langkah pemecahan atau prosedur yang juga bersifat ilmiah:

1.Penginderaan, merupakan suatu aktivitas melihat, mendengar, merasakan, mengecap terhadap suatu objek tertentu.
2.Masalah dan problema, menemukan masalah dengan kata lain adalah dengan mengemukakan pertanyaan apa dan bagaimana.
3.Hipotesis, jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan.
4.Eksperimen, dari sini ilmu alamiah dan non ilmu alamiah dapat dipisahkan.
5.Teori, bukti eksperimen yang merupakan langkah ilmiah berikutnya adalah teori.

Dengan hasil eksperimen dari beberapa peneliti dan bukti-bukti yang menunjukkan hasil yang dapat dipercaya dan valid, walaupun dengan keterbatasan tertentu, maka disusunlah sebuah teori.

Namun teori tidak bersifat statis atau kekal. Dalam sejarah sains, sebuah teori harus selalu terbuka untuk diuji keandalannya. Teori Big Bang di ranah fisika adalah satu contoh teori yang bisa bertahan dari kritik. John Maddox, editor Nature, di tahun 1989 pernah mengganggapnya sebagai  teori yang ”…unlikely to survive the decade ahead…” Hingga sekarang, Teori Big Bang masih merupakan teori sains yang sangat kuat.

Perkara suatu teori sukses atau tidak, ditentukan oleh riwayat seberapa mampu teori itu bertahan dari sejumlah pengujian (corroboration). Menurut Karl Popper, jika dua teori dan keduanya kemudian ternyata dibuktikan salah, yang lebih baik adalah yang lebih tinggi tingkat konsistensinya dengan kenyataan di alam. Meminjam istilah Popper, teori tersebut akan memiliki verisimilitude (nearness to the truth) yang lebih besar. Semakin menantang dan berani mengambil resiko untuk dibuktikan gagal dalam pengujian, suatu teori itu sebenarnya menjadi lebih berguna secara ilmiah (bold hypotheses).

Nah, teman-teman..., ilmu pengetahuan yang kita pelajari dan kita terapkan selama ini dalam dunia perhamsteran, seperti genetika hamster, punnet square, dan lain sebagainya, sebagian besar sudah berlaku secara universal, dan sebagian besar masih mampu bertahan hingga kini. Punnet square, misalnya, belum menemuI teori baru yang mampu menandinginya bahkan menggagalkannya.

Lha, masak iya pengalaman pribadi seorang breeder berpengalaman (meskipun sudah belasan tahun memelihara hamster 'panda' dan 'dominan') bisa menandingi Mendell dengan Punnet Square-nya?

0 Comment:

Post a Comment

 
Top